JellyPages.com

Sunday, October 17, 2010

Tari Geisha

Geisha (seniman) dalam bahasa jepang adalah seniman atau penghibur tradisional (entertainer) . Geisha sangat umum pada abad ke-18 dan abad ke-19, dan masih ada sampai sekarang ini, walaupun jumlahnya tidak banyak.




Sejarah geisha dimulai dari awal pemerintahan Tokugawa, di mana Jepang memasuki masa damai dan tidak begitu disibukkan lagi dengan masalah-masalah perang. Seorang calon geisha harus menjalani pelatihan seni yang berat selagi usia dini. Berlatih alat musik petik shamizen yang membuat calon geisha harus merendam jarinya di air es. Berlatih alat musik lainnya juga seperti tetabuhan kecil hingga taiko. Berlatih seni tari yang menjadi kunci kesuksesan seorang geisha, karena geisha papan atas umumnya adalah penari, tari Topeng Noh yang sering dimainkan oleh geisha dihadirkan bagi masyarakat kelas atas berbeda segmennya dengan pertunjukkan Kabuki yang lebih disukai rakyat jelata.

Geisha juga harus berlatih seni upacara minum teh, yang pada masa medieval dianggap sama pentingnya dengan seni perang. Dan berbagai latihan berat lain yang harus dijalani. Dan latihan itu masih terus dijalani setiap geisha hingga akhir karirnya.

Seorang calon geisha sedari awal menginjakkan kakinya ke rumah barunya , sudah memiliki hutang awal sebesar biaya yang dikeluarkan pemilik Okiya untuk membelinya. Sungguh Ironis. Hutang itu terus bertambah, Karena biaya pendidikan geisha, biaya perawatan kecantikan, biaya dokter yang ditalangi oleh Okiya, nyatanya dibebankan balik sebagai hutang geisha. Geisha dengan level standar akan terus terikat hingga akhir hayatnya, berbeda dengan geisha sukses yang dapat menebus kembali kebebasannya sebelum mencapai usia 20 tahunan.

Syarat menjadi geisha sukses umumnya memiliki kakak angkat yang merupakan geisha senior sukses pula , sehingga dapat mengatrol popularitas si geisha magang. Sementara geisha senior yang sukses juga tidak mau sembarangan menerima adik angkat, karena menyangkut nama baik pula. Tetapi memiliki adik angkat yang sukses akan berarti keberuntungan pula bagi yang dirinya, seniornya dan okiya-nya, karena mereka sekian persen pendapatan si geisha muda tersebut.

Saturday, October 16, 2010

RAS MONGOLOID

Ras Mongoloid adalah ras manusia yang sebagian besar menetap di Asia Utara, Asia Timur, Asia Tenggara, Madagaskar di lepas pantai timur Afrika, beberapa bagian India Timur Laut, Eropa Utara, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Oseania.
Anggota ras Mongoloid biasa disebut "berkulit kuning", namun ini tidak selalu benar. Misalkan orang Indian di Amerika dianggap berkulit merah dan orang Asia Tenggara seringkali berkulit coklat muda sampai coklat gelap.
Ciri khas utama anggota ras ini ialah rambut berwarna hitam yang lurus, bercak mongol pada saat lahir dan lipatan pada mata yang seringkali disebut mata sipit. Selain itu anggota ras manusia ini seringkali juga lebih kecil dan pendek daripada ras Kaukasoid.

Nama ras Mongoloid diambil dari nama negara Mongolia dan diberikan oleh orang Eropa karena kontak mereka dengan anggota ras ini terutama berkaitan dengan orang Mongolia. Namun ironisnya dewasa ini setelah diteliti oleh para pakar orang-orang Mongolia ternyata orang-orang Mongolia adalah anggota ras ini yang memiliki ciri-ciri khas utama ras ini yang paling sedikit.

Biasanya oleh para pakar, ras Mongoloid dibagi lebih lanjut menjadi:

Ras Asia Utara
Ras Asia Tenggara
Ras Indian Amerika
Ras Asia Tenggara dianggap anggota Ras Asia Utara yang telah menetap di daerah tropis dan beradaptasi terhadap iklim setempat. Menurut Luigi Luca Cavalli-Sforza, daerah perbatasan tempat permukiman antara ras Asia Tenggara dan ras Asia Utara ialah sungai Yangtze di sebelah selatan Tiongkok. Namun berkat invasi dan juga migrasi dari China Utara, maka anggota ras Asia Utara juga sudah banyak tersebar di Asia Tenggara.

Sedangkan anggota ras Asia Tenggara telah menyebar di Asia Tenggara, Oseania dan bahkan di pulau Madagaskar lepas pantai Afrika bersamaan dengan penyebaran bahasa Austro-Asia dan bahasa Austronesia. Di Asia Tenggara bahkan mereka telah sebagian besar menghapus keberadaan ras Australoid. Keberadaan mereka hanya tinggal di beberapa kantung saja, misalkan orang Asli di Semenanjung Melaka dan orang Negrito di Filipina.


Friday, October 15, 2010

Bahasa Bali

Bahasa Bali adalah sebuah bahasa Austronesia dari cabang Sundik dan lebih spesifik dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini terutama dipertuturkan di pulau Bali, pulau Lombok bagian barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa. Di Bali sendiri Bahasa Bali memiliki tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya dan Bali Kasar. Yang halus dipergunakan untuk bertutur formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi.

Yang madya dipergunakan di tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar dipergunakan bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan dengan abdi dalemnya, Di Lombok bahasa Bali terutama dipertuturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali terutama dipertuturkan di beberapa desa di kabupaten Banyuwangi. Selain itu bahasa Osing, sebuah dialek Jawa khas Banyuwangi, juga menyerap banyak kata-kata Bali. Misalkan sebagai contoh kata osing yang berarti “tidak” diambil dari bahasa Bali tusing. Bahasa Bali dipertuturkan oleh kurang lebih 4 juta jiwa.
Sebuah ciri khas dan menjadi keistimewaan bahasa Bali ialah bahwa fonem eksplosif tak bersuara /t/ dilafazkan sebagai [t] pada posisi akhir, namun pada posisi awal dan tengah dilafazkan sebagai [ʈ] (t retrofleks). Vokal /a/ pada posisi akhir terbuka dilafazkan sebagai [ĕ]. Misalkan kata Kuta, nama pantai termashyur di Bali, dilafazkan sebagai [k'uʈĕ].


Bahasa Bali dalam keluarga bahasa Austronesia sering ditengarai paling dekat berkerabat dengan bahasa Jawa. Namun hal ini tidaklah demikian. Bahasa Bali paling dekat dengan bahasa Sasak dan beberapa bahasa di pulau Sumbawa bagian barat. Kemiripannya dengan bahasa Jawa hanya karena pengaruh kosakata atas bahasa Jawa karena aktivitas kolonisasi Jawa pada masa lampau, terutama pada abad ke-14 Masehi. Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada pada tahun 1343 Masehi. Bahkan dalam keluarga Austronesia, secara fonologis bahasa Bali lebih mirip bahasa Melayu daripada bahasa Jawa. Namun fonem /r/ pada posisi akhir dalam bahasa Melayu, seringkali menjadi /h/ pada bahasa Bali. 


Bahasa Bali banyak terpengaruh bahasa Jawa, terutama bahasa Jawa Kuna dan lewat bahasa Jawa ini, juga bahasa Sansekerta. Kemiripan dengan bahasa Jawa terutama terlihat dari tingkat-tingkat bahasa yang terdapat dalam bahasa Bali yang mirip dengan bahasa Jawa. Maka tak mengherankanlah jika bahasa Bali halus yang disebut basa Bali Alus Mider mirip dengan bahasa Jawa Krama.

Thursday, October 14, 2010

Suku Jawa

Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger.

* Bahasa

Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja. Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.


* Kepercayaan
Orang Jawa sebagian besar secara nominal menganut agama Islam. Tetapi ada juga yang menganut agama Protestan dan Katolik. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan. Penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan pula di antara masyarakat Jawa. Ada pula agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadangkala menjadi kabur.

* Profesi
Mayoritas orang Jawa berprofesi sebagai petani, namun di perkotaan mereka banyak yang menjadi pegawai negeri sipil dan militer. Orang Jawa tidak menonjol dalam bidang bisnis dan industri. Orang Jawa juga banyak yang bekerja di luar negeri, sebagai buruh kasar dan pembantu rumah tangga. Dan agama asal orang jawa adalah hindu.


* Stratifikasi sosial

Masyarakat Jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok: kaum santri, abangan dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkan orang-orang luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab, Tionghoa, dan India.

* Seni
Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat ada pula. Seni batik dan keris merupakan dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Bali memegang peranan penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa. 

Wednesday, October 13, 2010

Sisi Negatif Pengaruh Budaya Barat

Sisi negatif dari pengaruh budaya barat adalah kenakalan remaja sebagai bagian dari dekadensi moral bangsa ini. Penyebab menurunya moral atau akhlak remaja dapat dibagi atas : 
  1. Pengaruh kuat media informasi elektronika dan cetak yang mudah dicerna dengan tingkat   kesulitan sensor yang tinggi.
  2. Kurangnya pendidikan agama atau akhlaq, sebagai kunci kontrol diri remaja dalam menghadapi sikap negatif di lingkungan sekitar.
  3. Minimnya pengetahuan yang bisa dinikmati melalui pendidikan yang layak.
  4. Kekurangan rasa percaya diri dalam pergaulan hingga mudah terpengaruh oleh lingkungan yang buruk, ditambah minimnya keterampilan untuk mengembangkan potensi diri ke arah yang lebih baik.